Gunung Ciremai adalah gunung tertinggi di Jawa Barat ( 3.078 Mdpl ), dapat terlihat dengan jelas oleh para penumpang kereta api atau kendaraan umum lainnya sepanjang jalur pantura sekitar Cirebon. Untuk menuju puncak Ciremei terdapat tiga jalur yang dapat ditempuh yakni jalur Majalengka, jalur Palutungan dan, jalur Linggarjati. Jalur Linggarjati merupakan yang paling terjal dan terberat, namun jalur ini merupakan yang paling sering dilalui pendaki.
Transportasi
Jalur Apuy
Dari pintu tol Palimanan, naik colt kecil sampe perempatan Palimanan . Selanjutnya naik angkot ke Terminal Kadipaten, dilanjutkan lagi ke perempatan Pasar lanjut lagi menuju terminal Maja Terminal Maja cukup ramai karena menyatu dengan pasar kecil. Pickup sayur ke Apuy udah ada sejak pk.05.00 pagi,
Meninggalkan Maja dengan pickup melewati bentangan lahan pertanian berkabut diselingi perkampungan kecil nan menawan. Di penghujung perjalanan, pickup melewati lorong perkampungan yang padat dan menanjak. Pick up sampai di depan papan petunjuk ke Curug Muara Raya + 600 m di sini terdapat sebuah mesjid. Mesjid berseberangan dengan Balai Desa, di antaranya terdapat pohon besar ditempeli papan penunjuk ke puncak Ciremai dan ke Curug. Di belakang mesjid terdapat MCK, masuk dari sisi kanan masjid. Sejajar sebelum balai desa terdapat warung makanan & minuman.
Perjalanan menuju Pos 1 melewati perkampungan dan lading-ladang sayuran. Jalan menuju Pos 1 beraspal dan bias dilewati mobil bak. Untuk menghemat tenaga bias mencarter mobil pickup hingga ke Pos 1 Blok Arban. Kalo pagi sebelum pk 07.00, pendaki bisa carter 4x4 Rp.50.000-70.000, tapi kalo di atas pk 07.00 tinggal pickup yang biaya carternya Rp.100.000.
Jalur Palutungan
Jalur Palutungan tidak seterjal jalur linggajati, namun waktu tempuh yang diperlukan menjadi lebih panjang. Palutungan merupakan sebuah kampung terakhir yang berada di lereng selatan gunung Ciremei dan berada pada ketinggian 1100 mdpl.Palutungan tepatnya berada di wilayah Desa Cisantana, Kec. Cigugur, Kab. Kuningan.
Dari terminal bus kota Kuningan naik angkutan pedesaan langsung ke jurusan Desa Palutungan. Dari Cirebon pendaki dapat menggunakan angkutan umum jurusan Cikijing dan turun di pertigaan Cigugur. Dari pertigaan Cigugur, perjalanan dilanjutkan menuju Cisantana melalui jalanan yang menanjak dan berbatu ditempuh selitar 1 jam, dengan melewati perkebunan penduduk. Dari Cisantana, perjalanan dilanjutkan kembali dengan naik angkutan sayur menuju Palutungan yang memakan waktu 20 menit.
Setelah mengurus perizinan untuk mendaki, perjalanan dapat dimulai melalui kebun penduduk, lalu belok ke kanan memasuki hutan tropis dengan jalur agak landai. Kadangkala harus melalui semak-semak tinggi. Untuk sampai di Cigowong membutuhkan waktu sekitar 3 jam perjalanan.
Jalur Linggajati
Desa Linggajati 14 km dari kota Kuningan atau 24 km dari kota Cirebon. Dari Jakarta dapat ditempuh menggunakan bus jurusan Kuningan atau kereta api jurusan Cirebon yang disambung dengan bus atau kendaraan umum jurusan Cirebon - Kuningan. Dari pertigaan Linggajati berjalan kaki sekitar 2,5 km menuju Musium Linggajati yang dulunya adalah sebuah hotel bersejarah yang menjadi saksi bisu tempat Bung Karno dengan pemerintah kolonial Belanda melakukan penandatanganan Perjanjian Ling garjati.
Terdapat pula Taman Linggajati Indah, Taman seluas 11 hektar ini dilengkapi berbagai sarana rekreasi, antara lain kolam renang dan sumber mata air Cibulakan, Silinggonom, Balong Renteng, Rekreasi air dan kolam pancing, Tempat istirahat, Cottage, Villa, Hutan wisata, Bumi perkemahan dll. Pos penjagaan berjarak lebih kurang 500 m dari Musium Linggajati, kita perlu mendaftarkan diri serta membayar asuransi per orang Rp.5.000,- .
Siapkan bekal Anda terutama air karena susah sekali memperoleh air selama di perjalanan. Para pendaki dapat menggunakan jasa penduduk atau petugas penjaga pos untuk membimbing perjalanan mereka ke puncak. Jalur menuju puncak sangat jelas dan banyak tanda-tanda penunjuk jalan, sehingga pendaki yang baru pertama kalipun tidak akan tersesat.
Peta tiga jalur pendakian gunung ciremai via Apuy. Palutungan, dan Linggajati.
Pendakian Jalur Apuy
Selepas ladang udara menjadi sejuk karena vegetasi cukup tinggi menanungi jalur. Humus daun-daun kering basah berwarna kecoklatan bergerisik di sepanjang jalur setapak. Bau tanah basah, daun-daun segar dan kehangatan cercah matahari mengintip dari balik pucuk-pucuk pohon, ditingkah desah nafas kami mengatur langkah. Satu dua kali terdapat percabangan pencari kayu, tetapi jalur utama tampak jelas. Orientasi kiri dan tentu saja tetap di punggungan. Perjalanan relatif santai dengan medan tidak terlalu terjal dan sesekali memberi sedikit bonus (agak datar). Kicauan burung yang menyejukkan hati mengiringi sepanjang langkah kami. Pos Simpang Lima (1908 mdpl) berupa dataran cukup untuk 2-3 tenda kapasitas 4 orang.
Dari Pos 2 (Simpang Lima) menuju Pos 3 (Tegal Wasawa) memerlukan waktu tempuh sekitar 1 jam. Jalur semakin terjal, hutan makin tertutup dan bonus menjadi langka. Cercah mentari perlahan meredup dan udara menjadi semakin sejuk. Sekitar 100 m menjelang pos III, terdapat simpang tiga yang cukup jelas, pertemuan jalur baru dan jalur lama. Jalur di sisi kanan merupakan jalur lama dari pos I yang melewati situ (danau) dan kuburan dengan track agak melambung. Kami mengambil jalur kiri menuju ke pos III. Pos III (Tegal Wasawa) 2.400 mdpl) berupa dataran cukup untuk 1 tenda kapasitas 4.
Dari Pos 3 Tegal Wasawa menuju Pos 4 Tegal Jamuju (2.600 mdpl) waktu yang ditempuh relatip cukup pendek sekitar 35 menit. Medan berupa tanah yang cukup padat melintasi hutan yang cukup lebat dan rindang. Sesekali kita melintasi akar-akar pohon.
Dari Pos 4 (Tegal Jamuju) menuju Pos 5 Sanghiang Rangkah (2.800 mdpl) waktu tempuh sekitar 1 jam 20 menit. Perjalanan menuju Pos 5 cukup panjang dan terjal. Pos V merupakan pertemuan jalur Apuy dan Palutungan, di sebelah kanan terdapat papan penunjuk jalur. Palutungan menuju Sanghiang Ropoh, Pos VII jalur Palutungan. Di sisi jalur menurun ke bawah, terdapat sungai kering. Beberapa bagian jalur sungai tsb. terdapat ceruk dengan genangan air.
Pos 5 Sanghiang Rangkah menuju Pos 6 Goa Walet yang berada diketinggian 2.950 m dpl perlu waktu tempuh sekitar 2 jam. Jalur berbatu menganak sungai membuat perjalanan melambat. Di tengah jalur batu, terdapat sebatang pohon yang ditempel papan penunjuk ke puncak dan turun ke arah Palutungan.
Pos 6 Goa Walet menuju Puncak Ciremei sudah dekat hanya perlu waktu 35 menit.
Puncak Ciremei dari sisi Selatan terdapat tugu penanda puncak tertinggi gunung Ciremei.
Pendakian Jalur Palutugan
Pos I Cigowong terletak di ketinggian 1450 mdpl. Di sini terdapat sungai kecil sehingga pendaki dapat menyiapkan persediaan air sebanyak mungkin karena tidak akan ditemui lagi sumber air hingga puncak.
Selepas Cigowong lintasan masih landai memasuki hutan dan melewati Blok Kta yang berada di ketinggian 1.690 mdpl, dan akan sampai di Blok Pangguyangan Badak. Paguyangan Badak merupakan area yang berada di ketinggian 1.790mdpl. Daerah ini terdapat puing-puing bangunan tua.
Untuk sampai di Blok Arban perlu waktu sekitar 30 menit dengan lintasan yang mulai menanjak. Blok Arban diketinggian (2.030 mdpl) merupakan pos III dengan area yang cukup datar dan teduh.
Lintasan mulai menanjak dan sekitar 2,5 jam akan sampai di Tanjakan Asoy (2.108mdpl) yang merupakan pos IV. Tempat ini berupa tanah datar berukuran yg cukup luas. Selepas dari sini lintasan semakin menanjak dalam waktu 1 jam akan sampai di Blok Pesanggrahan (2.450mdpl) .
Selepas dari pos V (pasangrahan) pendaki mulai memasuki kawasan vegetasi yang ditumbuhi cantigi dan edelweiss sampai di Bolk SangHyang Ropoh (2.590 mdpl). Lintasan ini sangat licin jika hujan turun. SangHyang Ropoh (Pos VI) terletak di daerah yang datar dan terbuka.
Selepas pos VI lintasan masih curam dan licin, dengan tanah berwama kuning mengandung belerang. Selanjutnya kita akan sampai di pertigaan yang menuju ke jalur Apuy dan ke Kawah Gua Walet. Pada sisi kanan lintasan terdapat Kawah Gua Walet (2.925 mdpl) yang sering digunakan untuk bermalam dan berlindung dari cuaca buruk. Di sebelah kiri, lintasan akan menyatu dengan jalur Apuy (Majalengka).
Untuk sampai di puncak Ciremai (Puncak Sunan Cirebon) diperlukan waktu sekitar 1,5 jam. Sesampainya di puncak pendaki dapat menikmati indahnya pemandangan dua kawah kembar yang berdampingan. Untuk mengitari kawah ini diperlukan waktu kira-kira 3 jam. Selain itu, pendaki juga dapat menyaksikan ke arah barat indahnya kota Majalengka, ke arah utara panorama kota Cirebon dan Laut Jawa, serta dari kejauhan ke arah timur tampak Gunung Slamet yang tertutup awan. Di pagi hari pada bulan-bulan tertentu sunrise akan muncul tepat dari puncak gunung Slamet.
Pendakian Jalur Linggajati
Selepas dari Pos Pendaftaran dengan melintasi jalanan beraspal pendaki memasuki kawasan hutan Pinus dan persawahan hingga Cibeunar yang berada di ketinggian 750 mdpl. Tempat ini sangat ramai dengan para pendaki yang ingin mengadakan pendakian maupun renaja yang sekedar camping. juga terdapat sumber air yang cukup melimpah, yang tidak akan ditemui lagi sepanjang perjalanan sampai di puncak.
Selepas Cibeunar lintasan akan melewati ladang penduduk dan kawasan hutan pinus hingga memasuki Leuweng Datar di ketinggian 1.285 mdpl. Leuweng Datar terletak di tengah-tengah hutan tropis. Selepas daerah ini lintasan mulai menanjak dan melewati area yang cukup datar sebagai camp yakni Sigedang dan Kondang Amis (1.350mdpl).
Untuk sampai di Kuburan Kuda diperlukan waktu sekitar 2 jam perjalanan. Blok Kuburan Kuda berada pada ketinggian 1.580 mdpl, merupakan lapangan datar yang cukup luas dan cukup teduh sebagai tempat perkemahan. Daerah ini dianggap keramat bagi masyarakat setempat. Di dekat jalur terdapt kuburan kuda.
Selepas Kuburan Kuda, jalur semakin curam dan kita akan sampai di Pengalap (1.790 mdpl).Dengan sudut lintasan yang mulai membesar kita akan melewati Tanjakan Bin-Bin (1.920 mdpl) dan semakin menanjak lagi ketika melewati Tanjakan Seruni.
Tanjakan Seruni (2.080 mdpl) adalah lintasan yang terberat dan melelahkan dibanding yang lainnya. Bahkan pendaki akan menemui jalan setapak yang terputus dan setengah memanjat, dan memaksanya berpegangan akar pepohonan untuk mencapai pos selanjutnya. Belum lagi bila hujan turun, jalur ini akan menjadi lintasan aliran air hujan seperti air terjun. Begitu juga dengan jalur berikutnya hingga sampai di Tanjakan Bapak Tere (2.200 mdpl)
Selepas Tanjakan Bapatere lintasan tetap menanjak hingga sampai di Batu Lingga dengan waktu tempu sekitar 2,5 jam. Batu Lingga (2.400 mdpl) merupakan pos peristirahatan yang berupa tanah datar dan terdapat sebuah batu berukuran besar dahulunya tempat Wali songo bersolat dan berkotbah. Pos ini adalah tempat yang keramat, konon pawa Wali sering mengadakan pertemuan di tempat ini menurut kesaksian para pendaki kehadiran para wali ini ditandai dengan gumpalan cahaya yang terbang di tempat ini. Di tempat ini terdapat dua buah batu nisan.
Meninggalkan kawasan Batu Lingga lintasan tetap menanjak. Di tengah perjalanan pendaki akan menemui dua pos peristirahatan berupa tanah datar yakni Sangga Buana Bawah (2.545 mdpl) dan Sangga Buana Atas (2.665 mdpl). Selepas itu pendaki akan memasuki batas vegetasi antara hutan dengan daerah terbuka.
Untuk sampai di Pangasinan. Pangasinan berada pada ketinggian (2.860 mdpl) merupakan pos terakhir. tempatnya lebar sehingga cukup untuk membuka belasan tenda, meskipun lokasinya agak berbukit-bukit. Kabut dan hujan yang sering muncul dipuncak meskipun di musim kemarau menyisakan genangan air di celah-celah bebatuan sehingga bisa dimanfaatkan untuk minum dan memasak.
Diperlukan waktu sekitar 1 jam untuk merangkak melewati bebatuan cadas untuk sampai di puncak. Hujan deras sering muncul di puncak sehingga aliran air terkucur dari atas membasahi para pendaki. Di puncak pendaki bisa memandang melihat kota Cirebon dan laut Jawa, kapal-kapal besar nampak dikejauhan. Kearah Timur tampak gunung Slamet dengan puncaknya yang tertutup awan.
Puncak gunung Ciremei memiliki kawah yang sangat curam dan sangat indah, pendaki yang nekad sering turun ke kawah untuk membuat tulisan di atas lumpur kawah. Pejiarah sering datang untuk berdoa dipuncak ini. Mereka mendaki dengan berpuasa dan makan bekal nasi bungkus setelah tiba di puncak. Bandingkan pejiarah dengan para pendaki gunung yang setiap saat makan dan minum saja kadang masih juga tidak sampai puncak.
Banyak sekali pendaki yang hanya berkemah di pertengahan pos dan tidak sanggup meneruskan perjalanan ke puncak, karena medan yang berat dan susahnya air, dan kembali turun, untuk itu persiapkan bekal yang berlebih dan bawalah tenda. Karena kemungkinan besar perjalanan akan tertunda, sehingga harus bermalam.